Jumat, 27 Juni 2014

Pendidikan Multikultural

Pendidikan Multikultural adalah pendidikan yang menghargai perbedaan dan mewadahi beragam perspektif dari berbagai kelompok multikultural.

Tujuan Pendidikan Multikultural:
1. Pemerataan kesempatan bagi semua muri.
2. Mempersempit gap prestasi akademik antara murid kelompok utama dan minoritas.

Sejarah Pendidikan Multikultural:
Pada tahun 1960 di Amerika gerakan hak-hak sipil dan gerakan untuk pemerataan kesetaraan dan keadilan sosial dalm masyarakat untuk wanita serta orang berkulit berwarna.

Cakupan Pendidikan Multikultural:
  1. Status sosiokultural
  2. Etnis
  3. Gender
Komponen Utama Keadilan Sosial:

Reduksi Prasangka yaitu aktivitas yang dapat diimplementasikan guru kelas untuk mengeliminasi pandangan negatif dan stereotipe terhadap orang lain.

Paedagogi Ekuitas yaitu Modifikasi proses pengajaran dengan memasukkan materi dan strategi pembelajaran yang tepat.

Pemberdayaan
Pemerdayaan adalah memberi orang kemampuan intelektual dan keterampilan memecahkan masalah agar berhasil dan menciptakan dunia yang lebih adil.

Harapannya:
  1. Meningkatkan harga diri minoritas
  2. Membantu mayoritas untuk menjadi toleran kepada minoritas 
  3. Mengemangkan perspektif yang beragam dalam kurikulum

Bentuk
  1. Kelas Jigsaw
  2. Tim Olahraga
  3. Produksi Drama 
  4. Pentas Musik

Stategi Anti Bias :
  • Memasang gambar dari berbagai latar belakang etnis
  • Memilih materi drama seni, aktivitas kelas yang memperkaya pemahaman etnis
  • Boneka persona untuuk anak kecil
  • Menolak streotipe dan diskriminasi
  • Dialog antar guru dan orang tua.


Tes Standar dan Pengajaran

Tes Standar
Tes standar ialah tes yang mengandung prosedur yang seragam untuk menentukan nilai dan administrasinya. Tes standar bisa membandingkan kemampuan murid dengan murid lain pada usia atau level yang sama dan dalam banyak kasus perbandingan ini dilakukan di tingkat nasional.
Tes standar biasanya bertujuan untuk:
·         Memberikan informasi tentang kemajuan murid.
·         Mendiagnosis kekuatan dan kelemahan murid.
·         Memberikan bukti untuk penempatan murid dalam program khusus.
·         Memberi informasi untuk merencanakan dan meningkatkan pengajaran atau instruksi.
·         Membantu administrator mengevaluasi program.
·         Memberikan akuntabilitas.
Perhatian terhadap akuntabilitas telah memunculkan tes berbasis standar (standard_best test),adalah tes yang menilai kemampuan/keahlian yang diharuskan dipunyai murid sebelum mereka naik ke kelas berikutnya atau kelulusannya. Tes berisiko tinggi (high-stakes testing) adalah menggunakan tes dengan cara sedemikian rupa yang mengandung konsekuensi penting bagi murid, memengaruhi keputusan apakah nurid itu naik kelas atau lulus.
Kriteriaa untuk Mengevaluasi Tes Standar
Norma. Untuk memahami kinerja murid individual dalam suatu tes, kinerjanya itu perlu dibandingakan dengan kinerja dari kelompok norma (norm group) yakni kelompok dari individu yang sama yang sebelumnya telah diberi ujian oleh punguji.
Validitas. Validitas adalah sejauh mana sebuah tes mengukur apa yang hendak diukur dan apakah inferensi tentang nilai tes itu akurat atau tidak. Tes standar yang valid harus mengandung yang pertama validitas isi yang baik, yakni kemampuan tes untuk mencakup sampel (to sampel) isi yang hendak diukur.
Yang kedua Validitas kriteria, yakni kemampuan tes untuk memprediksi kinerja murid saat diukur dengan penilaian atau kriteria lain. Validitas kriteria bersifat:
·         Concurrent validity, yakni relasi antara nilai tes dengan kriteria lain yang ada saat ini.
·         Predivtive validity, yakni relasi antara nilai tes dengan kinerja masa depan murid.
Dan tipe yang ketiga adalah construct validity, yakni sejauh mana ada bukti bahwa sebuah tes mengukur konstruk tertentu. Sebuah konstruk adalah ciri atau karakteristik yang tidak bisa dilihat dari seseorang, seperti inteligensi (kecerdasan), gaya belajar, personalitas, atau kecemasan.
Reliabilitas. Reliabilitas adalah sejauh mana sebuah prosedur tes bisa menghasilkan nilai yang konsisten dan dapat diproduksi. Reabilitas dapat diukur dalam beberapa cara yaitu:
·         Test-retest reliability adalah sejauh mana sebuah tes bisa menghasilkan kinerja yang sama ketika seorang siswa diberi tes yang sama dalam dua kesempatan yang berbeda.
·         Alternate-forms relialibility ditentukan dengan memberikan bentuk yang berbeda dari tes yang sama pada dua kesempatan yang berbeda untuk kelompok murid yang sama dan mengamati seberapa konsistenkah skornya.
·         Spilt-half reliability adalah reliabilitas yang dinilai dengan membagi item tes menjadi dua bagian, seperti item bernomor genap dan ganjil. Nilai pada dua st item itu dibadingkan guna menentukan seberapa konsistenkah kinerja murid di kedua set itu.
Keadilan. Tes yang adil ialah tes yang tidak bias (unbiased) dan tidak diskriminatif.
Tes Kecakapan dan Prestasi
Membandingkan Tes Kecakapan dan Prestasi
Tes kecakapan (aptitude test) adalah tes yang didesain guna memprediksi kemampuan murid untuk mempelajari suatu keahlian atau menguasai sesuatu dengan pendidikan dan training tingkat lanjut.
Tes prestasi adalah tes yang dimaksudkan untuk mengukur apa yang telah dipelajari atau keahlian apa yang telah dikuasai murid.
Jenis-jenis Tes Prestasi Standar
ü  Survey batteris adalah sekelompok tes pokok persoalan individual yang didesain untuk murid level tertentu.
ü  Tes untuk subjek spesifik
ü  Tes diagnostik terdiri dari evaluasi area pembelajaran spesifik secar relatif mendalam. Tujuannya adalah menentukan kebutuhan pembelajaran spesifik dari murid sehingga kebutuhan itu dapat dipenuhi melalui instruksi reguler atau remedial.
Ujian Negara Berisiko Tinggi (High-Stakes)
Negar telah lama mewajibkan ujian atau tes tetapi penekannya berubah belakangan ini. Sebelum 1990-an, isinya tidak berhubungan erat dengan apa yang diajarkan dan dipelajari di kelas.  Ujian negara hanya memberikan tujuan umum atas sebarapa baik murid di suatu negara bagian dalam mata pelajaran tertentu, terutama membaca dan metematika.
Format Ujain Negara
Ujian yang diwajibkan negara ini menggunakan format yang salah, terdiri dari soal atau kinerja (Quality Counts, 2001). Ketika penilain berbasis kontruksi dipakai, penilaian itu biasanya menggunakan soal jawaban pendek atau soal menulis. Hanya sedikit negara bagian yang memasukkan portofolio sebagai bagian dari penilaiannya.
Keuntungan dan Penggunaan Tes Berisiko Tinggi
Ada bberapa efek positif dari ujian negara yang berisiko tinggi, yaitu:
ü  Lebih meningkat kinerja murid.
ü  Lebih banyak waktu untuk mengajarkan pelajaran yang diujikan.
ü  Ekspektasi tinggi untuk semua murid.
ü  Identifikasi sekolah, guru, dan administrator yang berkinerja salah.
ü  Meningkatkan rasa percaya diri di sekolah setelah nilai ujian naik.
Penggunaan paling uas dari tes ini untuk memandu kemajuan murid individual harus berkaitan dengan keputusan dengan keputusan mengenai remediasi, promosi, dan graduasi. Remediasi adalah menempatkan murid yang kurang baik dalam tes ke kelas khusus.
Banyak pendukung ujian negara berpendapat bahwa murid tidak boleh dinaikkan ke kelas selanjutnya apabila tidak  mencapai standar kinerja tertentu. Alam hal ini, tujuannya adalah mengakhiri promosi sosial (promosi berdasarkan ide bahwa murid tidak boleh ditinggalkan teman seusianya).
Kririk terhadap Ujian Negara
Kritik terhadap ujian negara menyatakan bahwa ujian negara akan menimbulkan akibat negatif, yaitu:
ü  Menumpulkan kurikulum dengan penekanan lebih besar pada hafalan ketimbang pada keahlian berpikir dan memecahkan masalah.
ü  Mengajar demi ujian.
ü  Diskriminasi terhadap murid dari status sosioekonomi (SES) rendah dan minoritas.

Apa itu Motivasi? Pentingkah???



Apa Itu Motivasi?
“Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama.” Santrock hal 510

"Motivasi adalah seni membuat orang melakukan apa yang Anda inginkan untuk mereka lakukan, karena mereka ingin melakukannya." Dwight D Eisenhower

Motivasi berasal dari bahasa Latin “movere” yang artinya to move. Jadi motivasi dapat diartikan proses yang membangkitkan, mengarahkan, mempertahankan perilaku manusia untuk mencapai beberapa tujuan. Motivasi adalah keadaan dalam diri individu yang memunculkan, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan kata lain Motivasi menurut Kartini Kartono adalah dorongan terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu.

Perspektif Tentang Motivasi
Perspektif psikologis menjelaskan motivasi dengan cara yang berbeda berdasarkan yang berbeda pula. Berikut empat perspektif yaitu : behavioral, humanistis, kognotif, sosial.
Perspektif Behavioral
Menekankan imbalan dan hukuman eksternal sebagai kunci dalam menentukan motivasi murid. Insentif adalah peristiwa atau stimuli positif atau negatif yang dapat memotivasi perilaku murid. Pendukung penggunaan insentif menekankan bahwa insentif dapat menambah minat atau kesenangan pada pelajaran, dan mengarahkan perhatian pada perilaku yang tepat dan menjauhkan mereka dari perilaku yang tidak tepat (Emmer, dkk, 2000).
Perspektif Humanistis
Menekankan pada kapasitas murid untuk mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk memilih nasib mereka (seperti peka terhadap orang lain). Berkaitan erat dengan pandangan Abraham Maslow bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipuaskan dahulu sebelum memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi. Kebutuhan tertinggi dan sulit dalam hierarki Maslow diberi perhatian khusus yaitu aktualisasi diri.

Perspektif Kognitif
Pemikiran murid akan memandu motivasi mereka, juga menekankan arti penting dari penentuan tujuan, perencanaan dan monitoring kemajuan menuju suatu tujuan (Schunk & Ertmer, 2000; Zimmerman & Schunk, 2001). Jadi perspektif behavioris memandang motivasi murid sebagai konsekuensi dari insentif eksternal, sedangkan perspektif kognitif berpendapat bahwa tekanan eksternal seharusnya tidak dilebih-lebihkan. Perspektif kognitif mengusulkan konsep menurut White (1959) tentang motivasi kompetensi, yakni ide bahwa orang termotivasi untuk menghadapi lingkungan mereka secara efektif, menguasai dunia mereka, dan memproses informasi secara efisien.
Perspektif Sosial
Kebutuhan afiliasi adalah motif untuk berhubungan dengan orang lain secara aman. Ini membutuhkan pembentukan, pemeliharaan, dan pemulihan hubungan personal yang hangat dan akrab. Kebutuhan afiliasi murid tercermin dalam motivasi mereka untuk menghabiskan waktu bersama teman, kawan dekat, keterikatan mereka dengan orang tua, dan keinginan untuk menjalin hubungan positif dengan guru. Murid sekolah yang punya hubungan penuh perhatian dan suportif biasanya memiliki sifat akademik yang positif dan lebih  senang bersekolah (Baker, 1999; Stipek, 2002).

Jenis-jenis Motivasi
1.      Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri), motivasi yang didasarkan pada sebuah ‘nilai’ dari kegiatan yang dilakukan tanpa melihat penghargaan dari luar. Misalnya: Murid mungkin belajar menghadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan itu sendiri. Ada 2 jenis motivasi intrinsik:
Determinasi diri
Dalam pandangan ini, murid ingin percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan karena kesuksesan atau imbalan eksternal. Disini, motivasi internal dan minat intrinsik dalam tugas sekolah naik apabila murid punya pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung jawab personal atas pembelajaran mereka.
Pilihan personal
Pengalaman optimal ini berupa perasaan senang dan bahagia yang besar. Pengalaman optimal ini kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu menguasai dan berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas. Pengalaman optimal ini terjadi ketika individu terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu mudah.
2.      Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi entrinsik ini sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan (reward) dan hukuman. Imbalan eksternal dapat berguna untuk mengubah perilaku. Fungsi imbalan adalah sebagai insentif agar mau mengerjakan tugas, di mana tujuannya adalah mengontrol perilaku murid.
                                          
Pentingkah Motivasi Dalam Belajar??
Menurut saya motivasi itu penting sekali dan harus dimiliki oleh setiap murid. Motivasi merupakan salah satu dari unsur terpenting bagi seseorang dimana motivasi itulah yang akan menjadikan seseorang lebih kuat keinginan untuk mencapai sesuatu atau tidak. Orang belajar, sebagai contoh, yang memiliki motivasi kuat untuk lulus, akan lebih kuat belajarnya daripada orang yang memiliki motivasi biasa-biasa saja, apalagi tidak memiliki motivasi sama sekali.
Motivasi menjadi minat khusus untuk Pendidikan psikolog karena peranan penting dalam belajar siswa. Motivasi dalam pendidikan dapat memiliki beberapa efek pada bagaimana siswa belajar dan perilaku mereka terhadap materi subjek (Ormrod, 2003).
Jadi motivasi adalah aspek penting dari pengajaran dan pembelajaran. Murid yang tidak punya motivasi tidak akan berusaha keras untuk belajar. Murid yang bermotivasi tinggi senang ke sekolah dan menyerap proses belajar. Dia akan bersemangat ketika belajar dan menuai prestasi-prestasi lainnya yang bisa ia dicapai.
Alangkah sayangnya bila seorang murid tidak memiliki motivasi, ia akan akan merasa hampa dan tentu proses belajarnya tidak berjalan dengan baik sehingga menyebabkan prestasinya menjadi buruk. Orang tua, keluarga, teman-teman dan lingkungan juga merupakan sebuah motivasi dan mendorong mereka untuk terus belajar. Jadi sudah seharusnya antara guru dan para orangtua bekerja sama dalam memotivasi, mendukung dan mengarahkan anak-anak mereka serta mendorong mereka sehingga mereka akan terus belajar dengan senang dan ikhlas.

Referensi :
Santrock.J.W. (2008). Psikologi Pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Prenada Media Group
http://stop-dreamingstartaction.blogspot.com/2009/11/sekilas-tentang-apa-itu-motivasi.html

INTELGENSI


 
Intelgensi adalah keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan belajar dari, pengalaman hidup sehari-hari (Santrock).
            Konsep intelejensi ini sendiri sering menimbulkan kontroversi dan debat panas, sering kali sebagai reaksi terhadap gagasan bahwa setiap orang punya kapasitas umum yang dapat diukur dan dikuantifikasi dalam angka.
            Terdapat beberapa tes intelegensi seperti Tes Binet, Skala Wechsler, dan tes intelegensi kelompok. Namun di Indonesia, kebanyakan psikolog menggunakan Skala Wechsler untuk mengukur tes intelegensi seseorang.

1.      Tes Intelejensi Individual
            Tes Binet
Binet mengembangkan konsep Mental Age (MA) atau usia mental, yaitu level perkembangan mental individu yang berkaitan dengan perkembangan lain. Tak lama kemudian, pada 1912 William Stern menciptakan konsep Intelligence Quotient (IQ), yaitu usia mental seseorang dibagi dengan usia kronologis (CA), dikalikan 100. Jadi rumusnya adalah, IQ = MA/CA x 100. Jika usia mental sama dengan usia kronologis, maka IQ orang itu adalah 100. Jika usia mental di atas usia kronologis, maka IQnya lebih dari 100. Misalnya, anak 6 tahun dengan usia mental 8 tahun akan punya IQ 133. Jika usia mentalnya dibawah usia kronologis, maka IQ nya dibawah 100. Misalkan anak usia 6 tahun dengan usia mental 5 tahun akan punya IQ 83.

            Skala Wechsler
Tes ini mencakup Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence-Revised (WPPSI-R) untuk menguji anak usia 4 sampai 6 1/2 tahun, Wechsler Intelligence Scale for Chidren-Revised (WISC-R) untuk anak dan remaja dari usia 6 hingga 16 tahun, dan Wechsler Adult Intelligence Scale-Revised (WAIS-R). Selain menunjukkan IQ keseluruhan, skala Wechsler juga menunjukkan IQ verbal dan IQ kinerja. IQ verbal didasarkan pada 6 subskala verbal, IQ kinerja didasarkan pada 5 subskala kinerja. Ini membuat peneliti bisa melihat dengan cepat pola-pola kekuatan dan kelemahan dalam area inteligensi murid yang berbeda-beda (Woolger, 2001).


2.      Teori Multiple Intelligences
Teori Triarkis Sternberg
Menurut teori inteligensi triarkis dari Robert J. Stenberg (1986, 200), inteligensi muncul dalam bentuk : analitis, kreatif dan praktis. Inteligensi analitis adalah kemapuan untuk menganilisis, menilai, mengevaluasi, memandingkan, dan mempertentangkan. Inteligensi kreatif adalah kemampuan untuk mencipta, mendesain, menciptakan, menemukan dan mengimajinasikan. Inteligensi praktis fokus pada kemampuan untuk menggunakan, megaplikasikan, mengimplementasikan, dan mempraktikkan.
Delapan Kerangka Pikiran Gardner
Howard Gardner ( 1983, 1993, 2002) percaya bahwa ada banyak tipe inteligensi spesifik atau kerangka pikiran. Kerangka ini dideskripsikan bersama dengan contoh pekerjaan yang merefleksikan kekuatan masing-masing kerangka (Campbell, Campbell & Dicksinson, 1999) : 
  1. Keahlian verbal
  2. Keahlian matematika
  3. Keahlian spasial
  4. Keahlian tubuh-kinestetik
  5. Keahlia musik
  6. Keahlian intrapersonal
  7. Keahlian interpersonal
  8. Keahlian naturalis
9.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intelegensi
a. Pengaruh faktor bawaan
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa individu-individu yang berasal dari suatu keluarga, atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ mereka berkolerasi tinggi ( + 0,50 ), orang yang kembar ( + 0,90 ) yang tidak bersanak saudara ( + 0,20 ), anak yang diadopsi korelasi dengan orang tua angkatnya ( + 0,10 – + 0,20 ).
b. Pengaruh faktor lingkungan
Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi.
c. Stabilitas intelegensi dan IQ
Intelegensi bukanlah IQ. Intelegensi merupakan suatu konsep umum tentang  kemampuan individu, sedang IQ hanyalah hasil dari suatu tes intelegensi.
d. Pengaruh faktor kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
e. Pengaruh faktor pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi.
f. Minat dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.
g. Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah.
Semua faktor tersebut di atas bersangkutan satu sama lain. Untuk menentukan intelegensi atau tidaknya seorang individu, kita tidak dapat hanya berpedoman kepada salah satu faktor tersebut, karena intelegensi adalah faktor total. Keseluruhan pribadi turut serta menentukan dalam perbuatan intelegensi seseorang. Ada banyak aspek dalam hidup yang bisa dinilai untuk mengukur kecerdasan orang tersebut.

Daftar Pustaka :
Santrock.J.W. (2008). Psikologi Pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Prenada Media Group
http://sutisna.com/artikel/artikel-kependidikan/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-intelegensi/

Pendidikan Anak Usia Dini



Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

Seberapa Penting Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia?
Ya sangat penting, karena pada masa ini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan.
Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 50% kapabilitas kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika anak berusia 4 tahun pertama, sama besarnya dengan perkembangan yang terjadi pada kurun waktu 14 tahun berikutnya.
Periode emas ini merupakan periode kritis bagi anak karena dimana perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan periode berikutnya, hingga masa dewasa. Masa emas ini hanya datang sekali!
Oleh karena itu, pendidikan anak usia dini dalam bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak.
Singkatnya, pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar kearah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama), bahasa dan komunikasi sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
  • Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
  • Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.
Tidak bisa dipungkiri, pendidikan anak usia dini merupakan yang sangat mendasar dan strategis dalam pembangunan sumber daya manusia. Tidak mengherankan apabila banyak negara menaruh perhatian yang sangat besar terhadap penyelenggaraan pendidikan ini termasuk Indonesia.

Sumber : http://www.anneahira.com/kesehatan-anak/pendidikan-anak-usia-dini.htm